Roro

Anak kecil itu bernama Roro. Jilbab birunya menutupi rambut yang sedikit-sedikit keluar, sampe Roro harus terus menarik-narik jilbabnya. Di usianya yang masih 6 tahun, saya takjub karena hafalan Qur’annya sudah melebihi saya. Takjub sekaligus malu. Apalagi setelah mendengar cerita bahwa katanya, adiknya Roro yang masih ‘merah’ itu (umurnya baru 2 bulan) sekarang sedang menghafal surat An Naba… bukan bahasa dunia yang diajarkan, tapi sebuah kalimat “Amma yatasaa aluun”. Ayahnya juga seorang penghafal Al Quran. Ahh indahnya…

Indahnya melihat satu keluarga yang menjadikan Al Quran bahasa sehari-harinya, yang menjadikan Al Quran alasan mereka berkumpul, yang menjadikan Al Quran alasan mereka bergerak.

Sejenak kita renungkan mengapa keluarga itu ingin begitu lekat dengan Al Quran..

Adakah yang merasa bahwa Al Quran hanyalah kumpulan syair? yang jika dibacakan saja tenang hati yang membaca maupun mendengarkannya? Memang itu adalah syair yang tidak ada seorang makhlukpun bisa membuat yang serupa dengannya. Bukan berasal dari mulut manusia, tetapi itu adalah firman-Nya. Beruntung sekali orang yang diberi kemuliaan untuk selalu dekat dengan Al Qur’an. Tetapi, saya disadarkan sesadar-sadarnya oleh sebuah buku yang ditulis oleh Imam Sayyid Quthb dan buku ini lah yang menyebabkan beliau dikurung dipenjara untuk yang kedua kali di masa pemerintahan Nasser. Beliau mengatakan bahwa Al Qur’an adalah sumber pemikiran. Ia diwahyukan untuk menjadi prinsip hidup, bukan nyanyian, bukan pula puisi. Mengapa para Sahabat memiliki tingkat keimanan yang begitu besar? Mengapa mereka memiliki semangat juang yang begitu tinggi? Mengapa mereka rela berkorban apapun demi Allah dan Rasul-Nya? Jawabannya adalah Al Quran.

Mereka menjadikan Al Qur’an sebagai satu-satunya pedoman hidup, sistem hidup, dasar berpikir. Apakah saat itu tidak ada prinsip lain sehingga mereka memilih Al Qur’an? Oh tidak. Bahkan saat itu, prinsip-prinsip Romawi dengan segala filosopi-filosopi tentang hidup sudah banyak jadi prinsip masyarakat di sana. Syair-syair indah Persia sudah banyak menjadi rujukan bagi para penyair masyarakat Arab. Tetapi Al Qur’an, yang diwahyukan kepada Muhammad Rasulullah saw telah menjadi prinsip yang syumul, pedoman yang universal mengatur seluruh sisi kehidupan sejak saat itu hingga berakhirnya zaman ini. Beratnyaa.. karena siapa saja yang mengimaninya, maka harus siap untuk menaatinya, tidak ada abu-abu, yang ada hanya ya atau tidak. Ya maka Muslim, tidak maka kafir. Siapkah?

Bacalah! Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah..dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan apa yang tidak diketahuinya. (QS Al Alaq: 1-5)

Tinggalkan komentar