Saya beranikan diri menulis tentang pengalaman timpanoplasti. Iya….soalnya saya sendiri kesulitan cari-cari referensi tentang pengalaman operasi timpanoplasti orang-orang. Ada beberapa sih.. namun lebih kepada sharing perasaanya setelah operasi.
Bermula dari bermain air. Duluuu saking senangnya main air, berenang, mandi di dalam bak..yaa telinga saya jebbbol. Malu? Hmmm, waktu kecil mungkin belum ngerti ya. Mulai masuk SD, saya nekat tetep berenang walau dokter udah ngasih fatwa haram saya untuk berenang 😓 akibatnya, telinga infeksi. Kemudian sembuh, renang lagi, infeksi lagi, sembuh, renang lagi, infeksi lagi 😅 baru deh mulai mengerti, malu ya…karena efek dari infeksi ini selain sakiit juga telinga berair. Mulai deh malu, diketawai udah biasa. Tapi seiring waktu berlalu, saya “berteman” dengan kondisi ini. Sampai lah saya ga pernah lagi infeksi dari SMP sampai kuliah, Alhamdulillah.
What is tympanoplasty?
Kata wikipedia, Tympanoplasty is the surgical operation performed for the reconstruction of the eardrum (tympanic membrane) and/or the small bones of the middle ear (ossicles).
A.k.a operasi nambal telinga tengah yang rusak. Telinga saya pun akhirnya rusak setelah berkali-kali infeksi itu.. salahnya saya dulu adalah membiarkan kondisi ini berulang bahkan berani ngorek telinga sendiri. Padahal itu gak boleh!
Timpanoplasti dilakukan pada kondisi perforasi atau kerusakan pada membran timfani (gendang telinga) yang mencapai > 50%. Penyebab rusaknya bisa banyak yaa, di google lengkap bangett hehe. Dan tentu harus atas saran dari dokter. Pada timpanoplasti, Membran timfani ditambal dengan jaringan lemak, ngambil dari sekitar telinga juga.
Setelah menikah, suami support saya untuk operasi ini. Karena biaya yang ga sedikit, saya coba pakai BPJS. Mulai lah urus BPJS. Sebulan setelah proses bikin BPJS, kartu di tangan, saya datang ke klinik dan langsung dirujuk ke RS tingkat 2. Di RS tingkat 2, saya disaranin operasi deh akhirnya… dokter Syamsul waktu itu juga sangat support dan ga nakut-nakuti, beliau bilang “okee saya rujuk ya ke RSHS karena alatnya adanya di sana. Paling setengah jam lah selesai..” tenaaang sekali rasanya. Sampai saya langsung proses ke RSHS besoknya.
Di RSHS menuju klinik THT dan di hari itu juga saya tes audiometri atau tes pendengaran dan diminta ke radiologi juga untuk ambil foto Schuller & Stanver (yang dirontgen saat itu bagian kepala saya). Karena saya anaknya gamau ribet, setelah tes dengar, saya pulang dan niat datang dua hari kemudian untuk ke radiologi. Kenapa dua hari? Biar bisa antri via telepon, jadi ga usah antri manual di loket pendaftaran 😁
(Nomor call center RSHS 022-2551111, harus minimal daftar 2 hari sebelumnya)
Oia, saya sengaja daftar periksa di hari yang sama dengan ambil hasil tes-tes itu. Supaya ga bulak-balik banget. Kali ini saya datang ke klinik Otologi. Kemudian periksa sama dokter yang superramah. Di hari yang sama itu, saya juga melakukan patch test atau tes tambalan di gendang telinga. Gendang telinga saya dipasangi kertas filter yang tipiiss dan memang sama tipisnya dengan membran timfani. Setelah patch tes, saya masuk lagi ke klinik audiologi untuk tes audiometri mengukur apakah ada perubahan sebelum dan setelah patch test. Hasilnya? Wow…saya baru sadar ternyata selama ini telinga saya kurang denger. Hmmm…ga kerasa, mungkin karena dari kecil..pengurangan pendengarannya sedikit-sedikit. Hmm iya sih, kalau terlalu pelan suaranya saya kurang denger..tapi sejauh ini ga jadi masalah kecuali pas udah nikah dan suami ngeh kalau saya kurang denger ternyata. Heuheu.
Setelah patch test saya disuruh datang lagi untuk jadwal operasi. Seperti biasa, saya datang dua hari kemudian, tanggal 29 Agustus. Dokter kemudian menentukan jadwal operasi. Pas saat itu, ada pasien lain yang sudah terjadwal operasi tanggal 9 September, namun pasien tersebut mungkin berhalangan di tanggal itu. Jadilah si dokter melirik saya, “mau ga tanggal 9 aja operasinya?” Wew….itu dua minggu lagi kupikir dan pas miladnya suami.. udah rencanain sesuatu padahal. Setelah ditimbang karena ingin segera pulih, saya iyakan. Dan hari itu langsung dikasih rujukan ke lab untuk tes urin 24 jam dan tes darah. Tes urin ini untuk melihat apa saya punya diabetes, karena kalau punya diabet ga boleh timpanoplasti. Kalau tes darah, biasa ya..untuk melihat apa kita punya hiperagregasi atau yang lainnya.
Hari kamisnya saya ke otologi lagi untuk ngasi hasil tes darah, tes urin dan acc dari anastesi. Setelah ketemu dokter ngasih hasil, ya saya pulang, tinggal nunggu kapan lagi saya ke RS.
Hari Jumat, jam9 lagi tenang-tenang di rumah, beres-beres dan lain-lain. Telepon berdering dan ternyata dari dokter di otologi. Katanya, saya operasinya maju jadi tanggal 6 september, hari selasa. Saya harus ke otologi pagi itu juga. Saya pun datang ke RS untuk cari ruangan rawat inap. Setelah sampai……itupun disuruh cepet-cepet, katanya ruangan inap saya udah ada menggantikan pasien lain, tapi operasi maju jadi hari senin dan artinya hari itu saya harus mulai dirawat. ?????? 🙇🏻
Qadarullah, rezeki dari اَللّٰهُ juga saya ga usah ribet cari ruangan. Alhamdulillah..
Saya segera telepon suami, orang tua dan kabari mertua. Mereka support. Sorenya saya ke rs deh bawa-bawa baju untuk 5 hari. Sendirian 😄 supermendadak sih.
Hari berlalu dan tibalah hari senin pukul 00.00, saya harus puasa karena akan dianastesi total (bius total). Oia sayapun harus mandi dengan sabun khusus dikasih sama suster (eh suster laki-laki, Bruder gitu ya kl ga salah?) Paginya sekitar pukul 06.00, saya dipasangi infus dan disuntikkan obat…yang setelah itu rasanya puyeng, pengen tidur aja. Ga lama saya dibawa ke ruang operasi, sambil masih keleyengan. Ganti baju operasi..diajak ngobrol sama dokter kayaknya ya, dan disuntikkan lagi obat bius, setelah itu ga sadar sampai pukul 14-an, masih keleyengan dibawa ke ruang rawat lagi. Di ruang rawat tidur bangun-bangun pukul 17-an dan belum shalat 😭 langsung kabari suami (suami di depok).. karena masuk rukhsah, saya jamak setiap shalat. Wudhu pun masih tayamum.
Besoknya Alhamdulillah saya boleh pulang, tapi keleyengannya masih ada 😓
Kontrol lagi tiap satu minggu sebanyak 2x, lalu dua minggu, lalu sebulan. 😊
Tetap dijaga belum boleh bersin (yang kuat), belum boleh berenang, belum boleh makan eskrim dan yang pedas2, tidak boleh batuk pilek, tidur masih harus miring tidak boleh nekan telinga yang dioperasi.
Hari ini baru kontrol kedua. Alhamdulillah walau masih ada lubang kecil setelah dilihat dari otoskop, saya ga panik. اَللّٰهُ memberi ketenangan.. semoga bisa nutup sendiri lubang kecilnya.
Semoga tulisan ini bermanfaat ya… oia biaya yang saya keluarkan hanya biaya rutin atau iuran BPJS tiap bulan 😊